Jakarta, 17 November – Pasokan porang dalam negeri yang saat ini memasuki level jenuh terbentur buntunya alur pemasaran. Selain ekspor, perlu menggarap pasar domestik dengan mengembangkan porang menjadi aneka produk, baik makanan maupun nonmakanan.
Guru Besar IPB University Tajuddin Bantacut menjekaskan, permasalahan pemasaran pasokan porang yang saat ini jumlahnya sudah berlebihan harus segera dituntaskan tanpa perlu menunda budidaya. “Pasokan sudah ada, persoalan di pasar. Pasarnya yang harus diselesaikan,” kata Tajuddin dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Kamis (17/11).
Menurut Tajuddin, ekspor bukan satu-satunya solusi memasarkan porang dan produk turunannya. Bagi dia, setiap produksi itu kekuatan pasarnya harus ada di dalam negeri. Meskipun produk tersebut juga diekspor.
“Tapi ada buffer (penyangga) di dalam negeri. Kalau di dalam negeri tercukupi pasarnya, maka petani kita survive (bertahan),” kata dia.
Selain pengembangan pasar domestik, kata Tajuddin, para pelaku usaha porang sebaiknya memproduksi berbagai produk turunan porang. Porang tidak hanya dimanfaatkan untuk pasar industri makanan, tapi juga nonmakanan.
“Kita kembangkan pasar-pasar lain untuk menyerap dan mengembangkan nilai tambah, tidak hanya mengekspor sampai pada tepung saja,” kata Tajuddin.
Senada dengan Tajuddin, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengajak para pelaku usaha untuk meningkatkan nilai tambah komoditas porang dan mengembangkan pasar dalam negeri.
“Maknanya porang industri pengolahannya bisa dikembangkan, tidak harus skala besar. Skala rumah tangga, skala kecil, UMKM, tumbuh sehingga bisa menyerap tenaga kerja,” kata Suwandi di acara yang sama.
Para pelaku usaha porang juga diharapkan konsisten memenuhi standar mutu dan kualitas untuk masuk ke pasar. “Ketika kita bertemu dengan pasar, tidak cukup volume dan mutu, tetapi waktu dan jadwal tertulis secara pasti. Registrasi memang dikeluhkan di beberapa tempat, tapi traceability itu mutlak diperlukan. Menjadi syarat,” kata Tajuddin.
Porang sempat menjadi komoditas yang tren beberapa waktu lalu. Namun, kondisi pasar yang tidak berimbang dengan produksi menyebabkan harga porang tersebut anjlok. Berdasarkan data yang dirangkum Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI), harga per kilogram porang saat ini Rp6.500-7.000. Tahun lalu sekitar Rp13.000/kilogram atau dua kali dari saat ini.
“Kondisi tersebut membuat petani merana dan merugi akibat harga bibit saat beli mahal.Sedangkan saat panen harga anjlok. Oleh karena itu harapan petani, terutama para petani pemula sebaiknya ada patokan harga, mulai dari bibit hingga panen,” kata Pembina ISWI Irajati Moedahar.