Malang, Sultra – Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Indra Gunawan mengatakan, konflik pertanahan menjadi isu krusial karena membuat daerah tidak kondusif. Sehingga dengan demikian tanah menjadi tidak termanfaatkan, tidak produktif, dan pusat kegiatan ekonomi tidak bisa dibangun, yang pada akhirnya tidak terciptanya lapangan pekerjaan.
“Dalam penyelesaian konflik pertanahan di daerah dibutuhkan kepastian hukum agar pemerintah daerah (Pemda) bisa menentukan perencanaan pembangunannya. Kalau dia soal pertanahan, bagaimana memastikan kepastian hukum baik Pemda maupun masyarakat yang ada di daerah tersebut,” ungkap Indra dalam Rapat Diseminasi dan Asistensi Kebijakan Pemerintahan dalam Penyelesaian Masalah dan Konflik Pertanahan di Daerah, yang digelar di Hotel The 101, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (13/7/2022).
Lebih lanjut Indra menjelaskan, permasalahan konflik pertanahan di daerah harus diselesaikan secara bersama baik pemerintah pusat maupun daerah dan juga stakeholders terkait. Selain itu, dibutuhkan koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Pusat dan Pemda terkait strategi dan solusi penyelesaian permasalahan pertanahan.
“Selain itu, Pemda juga harus melakukan pengembangan kompetensi SDM aparatur Pertanahan di daerah, dan hendaknya perlu untuk ditingkatkan. Kemudian, Pemda juga perlu memperhatikan prioritas program/kegiatan di dalam menyusun perencanaan dan penganggaran di bidang pertanahan,” tambah Indra.
Lebih lanjut, masih dipaparkan Indra, Pemda juga harus menyusun SOP atau maklumat layanan di bidang pertanahan. Kemudian, Pemda juga diminta pro aktif mengedukasi atau memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
“Penting kiranya, Pemda juga untuk terus berinovasi, dan senantiasa memberikan layanan secara prima kepada masyarakat,” sambung Indra.
Sementara itu, dalam sambutannya, Kasubdit Pertanahan Ditjen Bina Adwil Kemendagri Nurbowo Edy Subagio selaku ketua panitia rapat menyampaikan, tujuan kegiatan tersebut untuk membangun sinergi basis data antara pusat dan daerah, serta pemetaan penyelesaian sengketa/konflik pertanahan di daerah. Langkah ini diharapkan dapat mendukung terbangunnya pola-pola penyelesaian sengketa/konflik pertanahan.
“Kemendagri sebagai pembina umum dan Kementerian ATR/BPN sebagai pembina teknis urusan pertanahan memerlukan sinkronisasi data/informasi dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan konkuren bidang pertanahan, agar tidak terjadi overlapping antara pusat dan daerah dalam penyelesaian sengketa/konflik pertanahan,” tandas Nurbowo.
Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan peserta dari 18 provinsi dan 32 kabupaten/kota yang dalam data Kemendagri memiliki orioritas, baik dalam jumlah maupun skala kasus pertanahan yang ditangani.