Jakarta – Indonesia disarankan menggunakan tanaman produk rekayasa genetika (PRG) untuk menjawab masalah anomali iklim dan cuaca buruk yang menjadi momok dunia pertanian. Tanaman produk rekayasa genetik memiliki sejumlah keunggulan yang tak dipunyai tanaman biasa.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tri Joko Santoso mengatakan, jumlah penduduk setiap tahun terus bertambah. Pada tahun 2035 jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 305 juta jiwa.
“Indonesia perlu mempertimbangkan untuk memanfaatkan PRG guna membantu mengatasi kebutuhan pangan yang meningkat dan antisipasi iklim (yang semakin tidak mudah diprediksi),” kata Tri Joko baru-baru ini.
Produk PRG, kata dia, telah diadopsi secara global dan terbukti banyak memberikan keuntungan. “Rekayasa genetika dapat menjadi pilihan untuk diaplikasikan guna mengantisipasi perubahan iklim,” kata Tri Joko.
Tanaman PRG, jelas dia, mempunyai sejumlah keunggulan. Selain lebih tahan terhadap hama, virus, dan penyakit sehingga tidak memerlukan banyak pestisida, juga lebih tahan terhadap kekeringan. Karena untuk tumbuh tanaman PRG hanya membutuhkan sedikit sumber daya air dan pupuk.
“Juga memiliki rasa yang lebih kuat dan enak, memiliki zat gizi yang lebih kaya. Pertumbuhannya lebih cepat. Punya daya simpan lebih lama, sehingga pasokan makanan meningkat. Dan modifikasi sifat pangan sehingga hasilnya sesuai kebutuhan, misalnya kentang PRG bisa memproduksi karsinogen yang lebih sedikit ketika digoreng,” papar dia.
Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (PPMB-TPH) BRIN, Warjito, menambahkan, salah satu dampak positif tanaman PRG adalah memperbaiki pendapatan petani. Tanaman PRD bisa menekan biaya, salah satunya mengurangi penggunaan pestisida.
“Dari sisi sosial, (tanaman PRG) memberi andil dalam pengentasan kemiskinan negara berkembang yang terlibat,” kata Warjito.
Kendati memiliki banyak manfaat, tanaman PRG juga memiliki kekurangan. Tri Joko mengungkapkan, hasil pangan dari tanaman PRG berpotensi mengandung zat beracun atau menimbulkan energi, bisa menimbulkan perubahan gen yang berbahaya, tidak terduga atau tidak diinginkan.
Lalu, berkurangnya zat gizi atau kandungan lain karena proses interaksi gen dan PRG bisa menyebabkan tubuh kebal terhadap antimikroba alami. “Jika terdapat zat yang berpotensi membahayakan, PRG tidak akan diberikan izin untuk dijual dan didistribusikan,” kata Tri Joko.